JALUR PERNIAGAAN SRIWIJAYA DENGAN
CINA
Oleh : Khoirunnis Salamah
Berdasarkan Berita Asing
Pada tahun 689 M, I-Tsing naik ke geladak
kapal yang melintasi Sungai Sriwijaya untuk pergi ke Cina guna menyampaikan
permohonan kiriman kertas dan tinta dari Kanton kepada seorang saudagar. Justru
pada waktu itu saudagar tersebut telah bertemu dengan angin yang sesuai dan dia
segera menaikkan layar setinggi-tingginya. Kelebihan pelayaran lain yang
dinikmati kapal-kapal yang meninggalkan Palembang dan Jambi adalah dapat terus
menuju laut luas melalui Terusan Gugusan Pulau Lingga dan Pulau Bangka. Di jalur
itu tidak ada pulau di tepi pantai atau angin lokal yang menjadi hambatan
pelayaran. Bagi kapal-kapal yang berlayar dari pelabuhan-pelabuhan ini ke Selat
Malaka pada akhir tahun, Kepulauan Lingga menjadi tempat perlindungan dari
lautan yang ganas dan arus selatan yang deras. Tetapi kelebihan-kelebihan alami
ini tidak menjadi perangsang pertumbuhan perdagangan jika tidak ada pelaut yang
mampu memanfaatkannya. Pada zaman Sriwijaya, pantai di Malaka terus berperan
sebagai penghubung antara Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan, sedangkan
Selat Malaka tetap merupakan bagian dari perjalanan ke Sumatera Selatan.
Catatan
I-Tsing
Dari
sini (Tamralipti) kita berlayar ke arah tenggara untuk dua bulan lamanya dan
sampai ke Chieh-ch’a (Kedah). Tempat ini adalah milik Fo-shih (Sriwijaya). Masa
kedatangan kapal adalah bulan pertama atau kedua. Jika [kita pergi dari
Tamralipti] ke Srilanka, kita berlayar dengan kapal kea rah baratdaya, yang
jaraknya 700 tingkat (yojana). Kita akan tinggal di sini (Kedah) hingga musim
dingin. Kemudian kita terus berlayar dengan kapal ke arah selatan kira-kira
sebulan lamanya dan sampai di Chou-Mo-lo-yu (Melayu). Sekarang negeri itu
menjadi kerajaan Fo-shih-to. Masa kedatangan juga bulan pertama atau kedua.
Kita tinggal di sana hingga pertengahan musim panas dan kemudian berlayar ke
utara. Sesudah berjalan sebulan lebih sedikit, kita pun sampai di Kanton.
Perjalanan itu (pelayaran dan perhentiannya) begitu rupa, hingga kita sampai di
Kanton pada pertenghan tahun.
I-Tsing menyatakan bahwa untuk sampai ke Melayu dari
Kedah diperlukan waktu yang sama dengan waktu untuk sampai ke Kanton dari
Melayu. Dua perjalanan itu berlangsung satu bulan. Kutipan itu memperlihatkan
dengan sangat jelas bahwa kapal-kapal di Selat Malaka sama sekali tidak berada
di ambang daerah Cina. Abu Zayd menekankan jauhnya jarak pusat perdagangan
penting yang namanya Kalah di pantai barat Semenanjung Melayu dari Cina. Ia
mengatakan jarak itu setengah perjalanan antara Cina dan Arab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar