SEKTOR
DAN KOMODITI PERNIAGAAN SRIWIJAYA BERDASARKAN PRASASTI DAN BERITA ASING
Oleh : Khoirunnis Salamah
Kerajaan
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bergerak di bidang perniagaan. Pernyataan
tersebut akan dikaji berdasarkan temuan prasasti dan berita asing.
1. Berdasarkan
Prasati Kedukan Bukit
Prasasti tertua diketemukan di daerah Kedukan Bukit,
di tepi sungai Tatang, dekat Palembang. Angka tahunnya 604 Ҫaka atau 682
Masehi. Prasasti ini berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuna, bunyinya :
1.
Swasti Ҫrȋ ḉakawarṣâtîta
605 ekâdaҫî ҫu-
2.
klapakṣa wulan
waiҫâkha ḍapunta hiyam nâyik di
3.
sâmwau maṇalap
siddhaŷatra di saptamî ҫuklapakṣa
4.
wulan jyeṣṭha ḍapunta
hiyam marlapas dari minâna
5.
tâmwan mamâwa
yaṃ wala dua lakṣa daṅan koḉa
6.
dua ratus câra
di samwau daṅan jâlan sariwu
7.
tlu râtus
sapulu dua wañakña dâtaṃ di mata yap
8.
sukhacitta di
pañcamî ҫuklapakṣa wulan………
9.
langhu
mudita dâtaṃ marwuat wanua………..
10. ҫr̂wijaya jaya siddhayâtra subhikṣa………….
Artinya :
1.
,,Selamat tahun Ҫaka berdjalan 605
tanggal 11
2.
paro-terang
bulan Waiҫaka, jang dipertuan Hyang naik di
3.
perahu
mengambil perdjalanan sutji. Pada tanggal 7 paro terang.
4.
bulan
Jyestha jang dipertuan Hyang berangkat dari Minanga.
5.
tâmwan
membawa bala (tentara) dua puluh ribu dengan peti
6.
dua
ratus berdjalan diperahu dengan djalan
(darat) seribu.
7.
tiga
ratus sepuluh dua banjaknja. Datang dimata yap (?)
8.
bersuka-tjita
pada tanggal lima bulan………..
9.
(dengan)
mudah dan senang datang membuat kota……...
10. Ҫrî-wi-jaya (dari sebab dapat)
menang (karena) perdjalanan
sutji, (jang menjebabkan) kemakmuran…………”(Poerbatjaraka,
1951:33-34).
Pada tahun 1983, Krom berusaha untuk menafsirkan
prasasti Kedukan Bukit dengan pernyataan I-Tsing bahwa sekembalinya ia dari Nalanda, Malayu sekarang
telah menjadi Śrīwijaya. Jadi menurut Krom kerajaan Malayu ini ditundukkan oleh
Sriwijaya pada tahun 682 M. Untuk memperkuat pendapatnya, ia mengajukan bacaan
tiga huruf yang kabur sekali pada akhir baris ke-7, sehingga berbunyi malayu. Bacaan malayu oleh Krom dibantah
oleh J.G. de Casparis yang tidak melihat kemungkinan adanya huruf ladi antara huruf yang sudah using tadi.
Huruf yang dibaca la oleh Krom
kemungkinan besar ialah huruf ka.
Sehubungan dengan persoalan ini Poerbatjaraka
mengatakan bahwa seandainya matayapini
benar harus dibaca sebagai malayuseperti
yang dikemukakan oleh Krom, maka makin jelaslah bahwa tentara yang disebut di
dalam prasasti Kedukan Bukit ini, sebelum sampai di Palembang, lebih dahulu
datang ke Malayu, yakni di daerah Jambi sekarang. Ditambah lagi jika kata mudita
boleh diartikan, yakni ke selatan ke Palembang. Seandainya dugaan
ini benar, berarti dahulu di Jambi, lalu terus ke Palembang dengan mendapat
kemenangan, lalu membuat kota di daerah itu yang diberi nama Śrīwijaya.
Sementara itu Boechari secara
meyakinkan telah berhasil membaca empat huruf di akhir baris ke-7 dari prasasti
Kedudukan Bukit yang sudah sangat usang. Kata itu dibaca mukha upang. Nama upang
dijumpai di peta-peta kuna dan masih ada sebagai nama sebuah desa kecil di
sebelah timur laut Palembang di tepi sungai upang. Selain itu Boechari juga
menduga bahwa prasasti Kedudukan Bukit memperingati usaha penaklukan daerah
sekitar Palembang oleh Dapunta Hyang dan pendirian ibukota baru atau ibukota
yang kedua di tempat ini.
Beberapa penelitian berusaha
mematahkan pendapat bahwa Palembang adalah pusat sebenarnya dari Sriwijaya, dan
karena itu pusat yang lain harus dicari di Semenanjung Melayu. Kemudian pada
tahun 1936, Profesor Coedes membahas “perubahan-perubahan paling aneh tentang
kajian sejarah Sriwijaya dalam beberapa tahun belakangan ini”, dan ia
menyerukan untuk menghentikan kecenderungan mencari daerah asal-usul lain
kecuali Palembang.
Dataran rendah Palembang berupa tanah rata dan
berawa-rawa. Seluruh daerah itu tidak cocok untuk pertanian, kecuali di
beberapa bagian. Sebaliknya, daerah pedalaman atau dataran tinggi sangat
produktif. Sedangkan, di bagian hulu sungai Musi, Sriwijaya memiliki akses
memasuki daerah pedalaman yang menyediakan suplai komoditas lokal yang
berlimpah semacam kayu, resin aromatik dan rempah-rempah.
Palembang memiliki akses gampang ke laut disebabkan
oleh letak geografis situsnya. Wilayah itu sangat rendah dan rata yang
memungkinkan gelombang laut tetap bisa terlihat jauh dari pedalaman muara
Sungai Musi, sehingga memungkinkan kapal-kapal laut dalam bisa menyusuri sungai
sampai ibukota tanpa memerlukan bongkar –muat kapal.
Didukung oleh daerah pedalaman yang luas dan kaya,
lokasi Sriwijaya memberi para pemimpinnya sebuah kendali yang hebat atas
komoditas-komoditas yang masuk dari laut Jawa ataupun yang akan berangkat ke
India.
2. Berdasarkan
Berita Asing
a. Berdarsarkan Berita Arab
Sumber
pertama Arab berasal dari Ibn Hordadzbeh tahun
844-848
M.Ia mengatakan bahwa raja Zabag disebut maharaja.
Kekuasaannya meliputi pulau-pulau di lautan Timur. Hasil negerinya adalah
kapur barus. Terdapat banyak gajah disana. Setiap hari maharaja menerima 200
Mann emas. Emas-emas itu dilebur menjadi satu batang emas, kemudian dilemparkan
ke dalam air sambil berkata “ini hartaku”. Pada tahun 902 M, Ibnu al Fakih memberitakan
bahwa barang dagang kerajaan itu terdiri dari cengkih, kayu cendana, kapur
barus, dan pala. Pelabuhannya yang besar di pantai barat Sumatra adalah Barus.
Dari Ibn Rosteh tahun 903 M diketahui bahwa maharaja Zabag adalah maharaja
terkaya dibandingkan dengan raja-raja di
India. Tahun 916 M, Abu Zaid mengabarkan bahwa setiap hari raja Zabag
melemparkan segumpal emas ke dalam danau dekat istananya. Danau itu berhubungan
dengan laut sehingga airnya payau. Raja menguasai banyak pulau-pulau, antara lain
Sribuza dan Rami, juga Kalah.
Ahli geografi Arab bernama Mas’udi
pada tahun 955 M mengatakan bahwa penduduk Zabag banyak. Tentaranya tak
terhitung. Negerinya menghasilkan kapur barus, kayu gaharu, cengkih, kayu
cendana, pinang, pala, kapulaga, dan merica. Perdagangan maju sekali. Pelayaran
dari Siraf dan Oman dikuasai oleh raja Zabag. Barus (Farus) menghasilkan kapur barus. Kalah dan Sribuza memiliki
tambang emas dan timah. Dari jenis komoditi perdagang, Sriwijaya mengendalikan
perdagangan hasil bumi Nusantara. Cengkih dan pala misalnya dari Maluku,
sedangkan kayu cendana dari pulau Timor, Nusa Tenggara. Menurut Tome Pires,
komoditi-komoditi tersebut hanya terdapat di negeri-negeri itu, tempat lain
tidak ada.
b. Berdasarkan
Berita Cina
Dari kitab
sejarah dinasti Sung kita memperoleh keterangan bahwa
raja
Sriwijaya pada tahun 960 M. ialah Se-li-Hu-ta-hsia-li-tan
dan pada tahun 962 M. She-li-Wu-Yeh.
Kedua nama itu mungkin dapat disamakan dengan Sri Udayadityawarman. Pada tahun
971, 972, 974, dan 975 M. ada beberapa utusan datang di Cina, tetapi tidakl
menyebutkan nama rajanya. Sedangkan utusan yang datangtahun 980 dan 983 M.
menyebutkan nama rajanya Hsia-she.
Pada tahun 983 M. Fa-yu pendeta Cina ketika pulang dari India setelah mempelajari kitab-kitab suci, singgah
di San-fo-tsi. Di sini ia berjumpa
dengan pendeta India Mi-mo-lo-she-li
(Vimlasri) yang ingin pergi ke Cina untuk
menerjemahkan kitab-kitab suci. Pada tahun 988 M. datang seorang utusan
dari San-fo-tsi di Cina. Setelah ia
tinggal di negeri Cina dua tahun, ia pergi ke Kanton disana ia mendengar bahwa
negaranya diserang oleh She-p’o. oleh karena itu ia terpaksa
tinggal setahun lagi di Cina. Pada tahun 992 M. ia berlayar kembali ke Campa,
tetapi karena tidak ada kabar apa pun tentang negerinya, ia kembali ke Cina dan
memohon agar kaisar mengeluarkan pengumuman bahwa negerinya ada dibawah
perlindungan kaisar. Berita adanya peperangan antara San-fo-tsi dan She-p’o
diperkuat oleh keterangan utusan dari She-p’o yang datang pada tahun 922 M.
Utusan ini mengatakan bahwa negerinya perang terus menerus dengan San-fo-tsi. Tetapi ia tidak menyebutkan
bahwa She-p’o yang menyerang San-fo-tsi. Utusan ini membawa hadiah
untuk kaisar berupa gading, mutiara, kayu cendana, sutra bersulam bunga dan
emas, sutra berwarna, katu berwarna, kura-kura, pinang, pedang pendek yang
tangkainya terbuat dari cula badak, tikar rotan, burung kakaktua putih, logam
mulia dan rumah-rumahan kecil dari kayu cendana. Selain itu utusan tadi
menceritakan bahwa rajanya bernama Aji Maraya, istri raja yang bukan
parameswari bernama Lo-kien-si-po-li,
sedangkan nakhoda kapal dagang disebut po-ho-wang dan istrinya disebut po-ho-pi-ni.
Dari berita Cina lainnya diperoleh
keterangan bahwa pada tahun 1003 M. raja Se-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tiau-hwa
(Sri
Cudamaniwarmadewa) mengirim dua utusan ke Cina untuk membawa upeti. Mereka
mengatakan bahwa di negaranya didirikan sebuah bangunan suci agama Buddha untuk
memuja agar kaisar panjang umur. Mereka memohon agar kaisar memberikan nama dan
genta. Bangunan suci itu diberi nama Cheng-tien-wa-shou.
Dalam tahun 1008 M. datang lagi satu perutusan dari raja yang bernama Se-li-ma-la-pi (Sri Marawi) ke Cina.
Mungkin yang dimaksud di sini ialah Sri Marawijayattunggawarman. Utusan
selanjutnya datang di Cina pada tahun 1016, 1017 dan 1018 M.
Dari beberapa sumber data tersebut,
dapat disimpulkan jika sistem perniagaan Sriwijaya bertumpu pada sektor
pertanian maupun perkebunan. Komoditi yang dihasilkan diantaranya : kapur
barus, kayu gaharu, cengkih, kayu cendana, pinang, pala, kapulaga, dan merica.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar