Faktor
Penyebab Ketimpangan Sosial di Malang Abad ke-19
RUNNIS SEJARAH
Historian soon
Selasa, 30 Oktober 2018
Rabu, 06 Desember 2017
JALUR PERNIAGAAN SRIWIJAYA DENGAN CINA
JALUR PERNIAGAAN SRIWIJAYA DENGAN
CINA
Oleh : Khoirunnis Salamah
Berdasarkan Berita Asing
Pada tahun 689 M, I-Tsing naik ke geladak
kapal yang melintasi Sungai Sriwijaya untuk pergi ke Cina guna menyampaikan
permohonan kiriman kertas dan tinta dari Kanton kepada seorang saudagar. Justru
pada waktu itu saudagar tersebut telah bertemu dengan angin yang sesuai dan dia
segera menaikkan layar setinggi-tingginya. Kelebihan pelayaran lain yang
dinikmati kapal-kapal yang meninggalkan Palembang dan Jambi adalah dapat terus
menuju laut luas melalui Terusan Gugusan Pulau Lingga dan Pulau Bangka. Di jalur
itu tidak ada pulau di tepi pantai atau angin lokal yang menjadi hambatan
pelayaran. Bagi kapal-kapal yang berlayar dari pelabuhan-pelabuhan ini ke Selat
Malaka pada akhir tahun, Kepulauan Lingga menjadi tempat perlindungan dari
lautan yang ganas dan arus selatan yang deras. Tetapi kelebihan-kelebihan alami
ini tidak menjadi perangsang pertumbuhan perdagangan jika tidak ada pelaut yang
mampu memanfaatkannya. Pada zaman Sriwijaya, pantai di Malaka terus berperan
sebagai penghubung antara Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan, sedangkan
Selat Malaka tetap merupakan bagian dari perjalanan ke Sumatera Selatan.
Catatan
I-Tsing
Dari
sini (Tamralipti) kita berlayar ke arah tenggara untuk dua bulan lamanya dan
sampai ke Chieh-ch’a (Kedah). Tempat ini adalah milik Fo-shih (Sriwijaya). Masa
kedatangan kapal adalah bulan pertama atau kedua. Jika [kita pergi dari
Tamralipti] ke Srilanka, kita berlayar dengan kapal kea rah baratdaya, yang
jaraknya 700 tingkat (yojana). Kita akan tinggal di sini (Kedah) hingga musim
dingin. Kemudian kita terus berlayar dengan kapal ke arah selatan kira-kira
sebulan lamanya dan sampai di Chou-Mo-lo-yu (Melayu). Sekarang negeri itu
menjadi kerajaan Fo-shih-to. Masa kedatangan juga bulan pertama atau kedua.
Kita tinggal di sana hingga pertengahan musim panas dan kemudian berlayar ke
utara. Sesudah berjalan sebulan lebih sedikit, kita pun sampai di Kanton.
Perjalanan itu (pelayaran dan perhentiannya) begitu rupa, hingga kita sampai di
Kanton pada pertenghan tahun.
I-Tsing menyatakan bahwa untuk sampai ke Melayu dari
Kedah diperlukan waktu yang sama dengan waktu untuk sampai ke Kanton dari
Melayu. Dua perjalanan itu berlangsung satu bulan. Kutipan itu memperlihatkan
dengan sangat jelas bahwa kapal-kapal di Selat Malaka sama sekali tidak berada
di ambang daerah Cina. Abu Zayd menekankan jauhnya jarak pusat perdagangan
penting yang namanya Kalah di pantai barat Semenanjung Melayu dari Cina. Ia
mengatakan jarak itu setengah perjalanan antara Cina dan Arab.
SEKTOR DAN KOMODITI PERNIAGAAN SRIWIJAYA BERDASARKAN PRASASTI DAN BERITA ASING
SEKTOR
DAN KOMODITI PERNIAGAAN SRIWIJAYA BERDASARKAN PRASASTI DAN BERITA ASING
Oleh : Khoirunnis Salamah
Kerajaan
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bergerak di bidang perniagaan. Pernyataan
tersebut akan dikaji berdasarkan temuan prasasti dan berita asing.
1. Berdasarkan
Prasati Kedukan Bukit
Prasasti tertua diketemukan di daerah Kedukan Bukit,
di tepi sungai Tatang, dekat Palembang. Angka tahunnya 604 Ҫaka atau 682
Masehi. Prasasti ini berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuna, bunyinya :
1.
Swasti Ҫrȋ ḉakawarṣâtîta
605 ekâdaҫî ҫu-
2.
klapakṣa wulan
waiҫâkha ḍapunta hiyam nâyik di
3.
sâmwau maṇalap
siddhaŷatra di saptamî ҫuklapakṣa
4.
wulan jyeṣṭha ḍapunta
hiyam marlapas dari minâna
5.
tâmwan mamâwa
yaṃ wala dua lakṣa daṅan koḉa
6.
dua ratus câra
di samwau daṅan jâlan sariwu
7.
tlu râtus
sapulu dua wañakña dâtaṃ di mata yap
8.
sukhacitta di
pañcamî ҫuklapakṣa wulan………
9.
langhu
mudita dâtaṃ marwuat wanua………..
10. ҫr̂wijaya jaya siddhayâtra subhikṣa………….
Artinya :
1.
,,Selamat tahun Ҫaka berdjalan 605
tanggal 11
2.
paro-terang
bulan Waiҫaka, jang dipertuan Hyang naik di
3.
perahu
mengambil perdjalanan sutji. Pada tanggal 7 paro terang.
4.
bulan
Jyestha jang dipertuan Hyang berangkat dari Minanga.
5.
tâmwan
membawa bala (tentara) dua puluh ribu dengan peti
6.
dua
ratus berdjalan diperahu dengan djalan
(darat) seribu.
7.
tiga
ratus sepuluh dua banjaknja. Datang dimata yap (?)
8.
bersuka-tjita
pada tanggal lima bulan………..
9.
(dengan)
mudah dan senang datang membuat kota……...
10. Ҫrî-wi-jaya (dari sebab dapat)
menang (karena) perdjalanan
sutji, (jang menjebabkan) kemakmuran…………”(Poerbatjaraka,
1951:33-34).
Pada tahun 1983, Krom berusaha untuk menafsirkan
prasasti Kedukan Bukit dengan pernyataan I-Tsing bahwa sekembalinya ia dari Nalanda, Malayu sekarang
telah menjadi Śrīwijaya. Jadi menurut Krom kerajaan Malayu ini ditundukkan oleh
Sriwijaya pada tahun 682 M. Untuk memperkuat pendapatnya, ia mengajukan bacaan
tiga huruf yang kabur sekali pada akhir baris ke-7, sehingga berbunyi malayu. Bacaan malayu oleh Krom dibantah
oleh J.G. de Casparis yang tidak melihat kemungkinan adanya huruf ladi antara huruf yang sudah using tadi.
Huruf yang dibaca la oleh Krom
kemungkinan besar ialah huruf ka.
Sehubungan dengan persoalan ini Poerbatjaraka
mengatakan bahwa seandainya matayapini
benar harus dibaca sebagai malayuseperti
yang dikemukakan oleh Krom, maka makin jelaslah bahwa tentara yang disebut di
dalam prasasti Kedukan Bukit ini, sebelum sampai di Palembang, lebih dahulu
datang ke Malayu, yakni di daerah Jambi sekarang. Ditambah lagi jika kata mudita
boleh diartikan, yakni ke selatan ke Palembang. Seandainya dugaan
ini benar, berarti dahulu di Jambi, lalu terus ke Palembang dengan mendapat
kemenangan, lalu membuat kota di daerah itu yang diberi nama Śrīwijaya.
Sementara itu Boechari secara
meyakinkan telah berhasil membaca empat huruf di akhir baris ke-7 dari prasasti
Kedudukan Bukit yang sudah sangat usang. Kata itu dibaca mukha upang. Nama upang
dijumpai di peta-peta kuna dan masih ada sebagai nama sebuah desa kecil di
sebelah timur laut Palembang di tepi sungai upang. Selain itu Boechari juga
menduga bahwa prasasti Kedudukan Bukit memperingati usaha penaklukan daerah
sekitar Palembang oleh Dapunta Hyang dan pendirian ibukota baru atau ibukota
yang kedua di tempat ini.
Beberapa penelitian berusaha
mematahkan pendapat bahwa Palembang adalah pusat sebenarnya dari Sriwijaya, dan
karena itu pusat yang lain harus dicari di Semenanjung Melayu. Kemudian pada
tahun 1936, Profesor Coedes membahas “perubahan-perubahan paling aneh tentang
kajian sejarah Sriwijaya dalam beberapa tahun belakangan ini”, dan ia
menyerukan untuk menghentikan kecenderungan mencari daerah asal-usul lain
kecuali Palembang.
Dataran rendah Palembang berupa tanah rata dan
berawa-rawa. Seluruh daerah itu tidak cocok untuk pertanian, kecuali di
beberapa bagian. Sebaliknya, daerah pedalaman atau dataran tinggi sangat
produktif. Sedangkan, di bagian hulu sungai Musi, Sriwijaya memiliki akses
memasuki daerah pedalaman yang menyediakan suplai komoditas lokal yang
berlimpah semacam kayu, resin aromatik dan rempah-rempah.
Palembang memiliki akses gampang ke laut disebabkan
oleh letak geografis situsnya. Wilayah itu sangat rendah dan rata yang
memungkinkan gelombang laut tetap bisa terlihat jauh dari pedalaman muara
Sungai Musi, sehingga memungkinkan kapal-kapal laut dalam bisa menyusuri sungai
sampai ibukota tanpa memerlukan bongkar –muat kapal.
Didukung oleh daerah pedalaman yang luas dan kaya,
lokasi Sriwijaya memberi para pemimpinnya sebuah kendali yang hebat atas
komoditas-komoditas yang masuk dari laut Jawa ataupun yang akan berangkat ke
India.
2. Berdasarkan
Berita Asing
a. Berdarsarkan Berita Arab
Sumber
pertama Arab berasal dari Ibn Hordadzbeh tahun
844-848
M.Ia mengatakan bahwa raja Zabag disebut maharaja.
Kekuasaannya meliputi pulau-pulau di lautan Timur. Hasil negerinya adalah
kapur barus. Terdapat banyak gajah disana. Setiap hari maharaja menerima 200
Mann emas. Emas-emas itu dilebur menjadi satu batang emas, kemudian dilemparkan
ke dalam air sambil berkata “ini hartaku”. Pada tahun 902 M, Ibnu al Fakih memberitakan
bahwa barang dagang kerajaan itu terdiri dari cengkih, kayu cendana, kapur
barus, dan pala. Pelabuhannya yang besar di pantai barat Sumatra adalah Barus.
Dari Ibn Rosteh tahun 903 M diketahui bahwa maharaja Zabag adalah maharaja
terkaya dibandingkan dengan raja-raja di
India. Tahun 916 M, Abu Zaid mengabarkan bahwa setiap hari raja Zabag
melemparkan segumpal emas ke dalam danau dekat istananya. Danau itu berhubungan
dengan laut sehingga airnya payau. Raja menguasai banyak pulau-pulau, antara lain
Sribuza dan Rami, juga Kalah.
Ahli geografi Arab bernama Mas’udi
pada tahun 955 M mengatakan bahwa penduduk Zabag banyak. Tentaranya tak
terhitung. Negerinya menghasilkan kapur barus, kayu gaharu, cengkih, kayu
cendana, pinang, pala, kapulaga, dan merica. Perdagangan maju sekali. Pelayaran
dari Siraf dan Oman dikuasai oleh raja Zabag. Barus (Farus) menghasilkan kapur barus. Kalah dan Sribuza memiliki
tambang emas dan timah. Dari jenis komoditi perdagang, Sriwijaya mengendalikan
perdagangan hasil bumi Nusantara. Cengkih dan pala misalnya dari Maluku,
sedangkan kayu cendana dari pulau Timor, Nusa Tenggara. Menurut Tome Pires,
komoditi-komoditi tersebut hanya terdapat di negeri-negeri itu, tempat lain
tidak ada.
b. Berdasarkan
Berita Cina
Dari kitab
sejarah dinasti Sung kita memperoleh keterangan bahwa
raja
Sriwijaya pada tahun 960 M. ialah Se-li-Hu-ta-hsia-li-tan
dan pada tahun 962 M. She-li-Wu-Yeh.
Kedua nama itu mungkin dapat disamakan dengan Sri Udayadityawarman. Pada tahun
971, 972, 974, dan 975 M. ada beberapa utusan datang di Cina, tetapi tidakl
menyebutkan nama rajanya. Sedangkan utusan yang datangtahun 980 dan 983 M.
menyebutkan nama rajanya Hsia-she.
Pada tahun 983 M. Fa-yu pendeta Cina ketika pulang dari India setelah mempelajari kitab-kitab suci, singgah
di San-fo-tsi. Di sini ia berjumpa
dengan pendeta India Mi-mo-lo-she-li
(Vimlasri) yang ingin pergi ke Cina untuk
menerjemahkan kitab-kitab suci. Pada tahun 988 M. datang seorang utusan
dari San-fo-tsi di Cina. Setelah ia
tinggal di negeri Cina dua tahun, ia pergi ke Kanton disana ia mendengar bahwa
negaranya diserang oleh She-p’o. oleh karena itu ia terpaksa
tinggal setahun lagi di Cina. Pada tahun 992 M. ia berlayar kembali ke Campa,
tetapi karena tidak ada kabar apa pun tentang negerinya, ia kembali ke Cina dan
memohon agar kaisar mengeluarkan pengumuman bahwa negerinya ada dibawah
perlindungan kaisar. Berita adanya peperangan antara San-fo-tsi dan She-p’o
diperkuat oleh keterangan utusan dari She-p’o yang datang pada tahun 922 M.
Utusan ini mengatakan bahwa negerinya perang terus menerus dengan San-fo-tsi. Tetapi ia tidak menyebutkan
bahwa She-p’o yang menyerang San-fo-tsi. Utusan ini membawa hadiah
untuk kaisar berupa gading, mutiara, kayu cendana, sutra bersulam bunga dan
emas, sutra berwarna, katu berwarna, kura-kura, pinang, pedang pendek yang
tangkainya terbuat dari cula badak, tikar rotan, burung kakaktua putih, logam
mulia dan rumah-rumahan kecil dari kayu cendana. Selain itu utusan tadi
menceritakan bahwa rajanya bernama Aji Maraya, istri raja yang bukan
parameswari bernama Lo-kien-si-po-li,
sedangkan nakhoda kapal dagang disebut po-ho-wang dan istrinya disebut po-ho-pi-ni.
Dari berita Cina lainnya diperoleh
keterangan bahwa pada tahun 1003 M. raja Se-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tiau-hwa
(Sri
Cudamaniwarmadewa) mengirim dua utusan ke Cina untuk membawa upeti. Mereka
mengatakan bahwa di negaranya didirikan sebuah bangunan suci agama Buddha untuk
memuja agar kaisar panjang umur. Mereka memohon agar kaisar memberikan nama dan
genta. Bangunan suci itu diberi nama Cheng-tien-wa-shou.
Dalam tahun 1008 M. datang lagi satu perutusan dari raja yang bernama Se-li-ma-la-pi (Sri Marawi) ke Cina.
Mungkin yang dimaksud di sini ialah Sri Marawijayattunggawarman. Utusan
selanjutnya datang di Cina pada tahun 1016, 1017 dan 1018 M.
Dari beberapa sumber data tersebut,
dapat disimpulkan jika sistem perniagaan Sriwijaya bertumpu pada sektor
pertanian maupun perkebunan. Komoditi yang dihasilkan diantaranya : kapur
barus, kayu gaharu, cengkih, kayu cendana, pinang, pala, kapulaga, dan merica.
Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah
Sejarah
Berdirinya Dinasti Umayyah
Oleh : Khoirunnis Salamah
Nama Daulah Umayyah
berasal dari nama Umayah ibnu abdi Syams ibnu Abdi Manaf, yaitu salah seorang
dari pemimpin-pemimpin Quraisy Zaman Jahiliyah. Umayyah bersaing dengan
pamannya, Hasyim ibnu Abdi Manaf untuk merebut pimpinan dan kehormatan dalam
masyarakat bangsanya.
Sesudah datang Islam, hubungan anatara Bani Umayyah
dengan saudara-saudara sepupunya Bani Hasyim berubah. Oleh karena persaingan
untuk memperoleh kehormatan dan kekuasaan tadi sifatnya berubah menjadi permusuhan.
Bani Umayyah dengan tegas menentang
Rasulullah, sedang Bani Hasyim itu penyokong Rasulullah.
Adapun sebab terjadinya permusuhan itu:
1.
Takut kedudukan mereka dalam masyarakat
diambil oleh Rasulullah saw. (keturunan Bani Hasyim). Dikiranya Rasulullah
ingin mencari kedudukan.
2.
Ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah
(Islam) bertentangan dengan agama nenek moyang mereka (agama Jahiliyah).
Tetapi
mereka terpaksa menyerah dan masuk Islam karena:
1.
Pengikut Rasulullah makin lama makin
banyak. Kebenaran ajaran yang dibawa Nabi Muhammad (Islam)
2.
Karena Kota Makkah ditaklukkan kaum
muslimin maka banyak orang kafir Mekkah masuk Islam.
Kemudian mereka setelah
memasuki Islam, Bani Umayyah lah yang merupakan
golongan kuat membela agama Islam untuk memerangi orang-orang kafir. Di
antara pahlawan yang terkenal yaitu Abu Sufyan ibnu Umayyah kemudian Yazid ibnu
Sufyan (putra Sufyan) begitu juga dengan Hindun istri Sufyan sendiri.
Ditinjau dari rentetan
perjuangan Bani Umayyah pada teorinya mereka telah berdiri sejak pengangkatan
Sayyidina Utsman bin Affan sebagai khalifah ke-3, sebab beliau keturunan Bani
Umayyah (Utsman bin Affan bin Abd. Ash bin Umayyah).
Kesempatan yang
baik bagi mereka adalah diangkatnya
Muawiyah menjadi Gubernur di daerah Syam oleh khalifah Umar. Sejak Utsman
itulah Bani Umayyah meletakkan dasar-dasar menegakkan khilafah Umayyah.
Ketika Utsman dibunuh
maka penggantinya adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib (Bani Hasyim) sebagai
khilafah ke-4. Sedang pada waktu itu
kedudukan Muawiyah di Syam telah kuat oleh karena itu mudahlah melawan
Sayyidina Ali dan akhirnya dikalahkan, sehingga jabatan khalifah berpindah
kepada Muawiyah dan disinilah Daulah Umayyah berkuasa sejak tahun 40-132 H (92
tahun).
A. Kekhalifan Muawiyyah bin Abu Sufyan
(41-60 H/ 66-679 M)
Setelah periode
Khulfaur Rasyidin semua kelompok sepakat bahwa telah terjadi perkembangan dan
perubahan , walaupun mereka berselisih paham pada sejauh mana telah terjadi
perubahan. Sesungguhnya, naiknya Muawiyah menjadi khalifah pada mulanya tidak berlangsung
melalui forum pembaiatan yang bebas atau melalui pemilihan dari semua umat.
Yang membaiat Muawiyah untuk pertama kali adalah penduduk Syam yang ketika itu
berada di bawah kekuasaannya, kemudian barulah Muawiyah dibaiat oleh umat
secara keseluruhan setelah tahun persatuan (aamul-jama’ah). Yang harus digaris
bawahi, pada hakikatnya pembaitan itu tidak lebih dari pengakuan terpaksa
terhadap realita dan dalam upaya menjaga kesatuan umat. Maka disinilah telah
masuk unsur kekuatan dan keterpaksaan menggantikan kesukarelaan total atau
permusyawaratan. Karena itu, mungkin
dapat dikatakan bahwa pada detik ini telah terjadi perceraianantara
idealism dan realita, dan sistem kekhalifan dilihat dari asas yang mendasarinya
mulai menyimpang ke arah monarki.
Muawiyah termasuk salah
seorang sahabat Nabi, dan dia juga memiliki kedudukan terkemuka dalam islam
sebagai pejuang dalam perang penaklukan islam di negeri Syam. Beliau ditunjuk
sebagai Gubernur Syam karena dalam diri Muawiyyah terdapat kecakapan dan
ketegasan dalam memimpin. Muawiyah benar-benar telah menunjukkan kemampuannya
dalam administrasi dan kecerdasannya dalam berpolitik, serta mampu
mempertahankan negara islam dari serangan Romawi. Setelah Muawiyah, suasana
terkendalikan. Dia meneruskan kembali kebijakan politiknya pada masa
kekhalifannya. Muawiyah berusaha menarik simpati rakyat dengan kedermawaan dan
sikap santun, walaupun dia juga terkadang keluar dari aturan ini dan
menggunakan kekerasan terhadap orang yang menentangnya.
Pengalaman politik
Muawiyah bin Abu Sufyan telah memperkaya dirinya dengan kebijakan-kebijakan
dalam memerintah, mulai dari menjadi salah seorang pemimpin pasukan di bawah komando Panglima Abu Ubaidillah din
Jarrah yang berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah dan Mesir dari tangan
Imperium Romawi. Kemudian Muawiyah menjabat sebagai kepala wilayah di Syam yang
membawahi Suriah dan Palestina. Khalifah Utsman menobatkannya sebagai “Amir
Al-Bahr” yang memimpin penyerbuan ke kota Konstatinopel meski belum berhasil.
Opini kelompok-kelompok
islam sekitar kekhalifahan. Kelompok Ahlus Sunnah mengakui kekhalifahannya
setelah tahun persatuan (aamul-jama’ah),
walaupun hal itu lebih banyak didorong oleh tendensi pengkuan terhadap realita
yang ada. Karena, pada dasarnya, kekhalifahan Muawiyah belum berdiri atas dasar
pembaiatan yang bebas dan umum. Sejalan juga dengan kelompok Ahlus Sunnah,
sikap kelompok Mur’jiah dan Muktazilah yang muncul kemudian, bahkan kita
melihat bahwa al-Asham dan al-Futhi dari kelompok Muktazilah mengakui secara
utuh kekhalifahan Muawiyah dan mengkategorikan Muawiyah sebagai imam (khalifah)
pertama. Pendapat ini berseberangan dengan Mahzab Syi’ah. Mereka hanya mengakui
kekhalifahan Ali dan anak keturunannya, serta berpandangan bahwa kelompok
selain Syi’ah adalah perampas hak-hak mereka. Dengan demikian, kelompok Syi’ah
tidak mengakui sama sekali kekhalifahan Muawiyah begitu juga dengan khalifah
yang datang setelahnya, berikut dengan kekhalifahan siapa pun selain keimamahan
(kekhalifahan) keturunan Ahli Bait.
Muawiyah selain sebagai
pendiri juga sebagai khalifah pertama Bani Umayyah. Muawiyah dipandang sebagai
pembangun dinasti ini, oleh sebagian sejarawan dipandang negatif sebab keberhasilannya
memperoleh legalitas atas kekuasannya dalam perang saudara di shiffin. Terlepas
dari itu dalam diri Muawiyah terkumpulan sifat-sifat seorang penguasa,
politikus, dan administrator.
Keberhasilan Muawiyah
mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya kemenangan diplomasi dalam perang
Shiffin dan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib melainkan sejak semula Muawiyah
memiliki “basis nasionalisme” yang solid sebagai landasan pembangunan masa
depan. Selain itu ia mendapatkan dukungan yang kuat dari suriah dan keluarga
Bani Umayyah, ia merupakan seorang administrator yang sangat bijaksana dalam
menempatkan para pejabat-pejabatnya serta ia memiliki kemampuan yang menonjol
sebagai negarawan sejati.
Muawiyah
wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit setelah ia menjabat sebagai khalifah
selama 19 tahun. Dengan diangkatnya Yazid bin Muawiyah sebagai putra mahkota maka
tampuk kepimpinan berada ditangannya.
B.
Yazid
bin Muawiyah (60-64 H/ 679-683 M)
Sistem kekhalifahan
mengalami perubahan baru yaitu berubah menjadi sistem kerajaan (monarki).
Perubahan itu terjadi ketika Muawiyah menitahkan untuk mewariskan jabatan
kekhalifahan kepada Yazid anaknya. Dengan perubahan baru ini, masuklah prinsip
warisan dalam sistem kekhalifahan. Maka, maikin dalamlah jurang pembeda dan
pemisah antara kekhalifahan yang idealistis denagn kekhalifahan yang realistis.
Kerena peralihan ini merupakan suatu peralihan yang teramat penting., adalah
sebuah keharusan untuk menerangkan bagaimana ide pewarisan jabatan kekhalifahan
itu timbul dan bagaimana prosedur pengambilan keputusannya, serta apa penyebab
alasan- alasannya.
Pengangkatan Yazid sebagai khalifah
diikuti oleh penolakan dari kaum Syiah yang telah membaiat Husin bin ali Kufah
sebagai khalifah sepeninggal Muawiyah. Penolakan tersebut mengakibatkan
peperangan Karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain bin Ali. Selain itu
Yazid juga menghadapi pemberontakan di Makkah dan Madinah dengan keras. Kaum
Anshor di Madinah mengangkat Abdullah bin Hanzalah dan kaum Quraisy mengangkat
Abdullah bin Muti’, dan penduduk Mekkah mengangkat Abdullah bin Zubair sebagai
pemimpin tanpa pengakuan terhadap kepimimpinan Yazid. Yazid wafat pada tahun 64
H setelah memerintah selama 4 tahun. Pada masa ini pemerintahan islam tidak banyak
berkembang diakibatkan pemerintah disibukkan dengan pemberontakan dari beberapa
pihak.
C.
Muawiyah
bin Yazid (64 H/ 683 M)
Muawiyah bin
Yazid merupakan putra Yazid bin Muawiyah, dan ia menggantikan tampuk
kepimimpinan sepeninggal ayahnya. Namun ia hanya memegang jabatan khalifah
hanya dalam beberapa bulan. Ia mengalami tekanan jiwa yang berat karena tidak
sanggup memikul tanggung jawab kehalifahan, selain itu harus mengatasi masa
kritis dengan banyaknya perselisihan antar suku. Dengan wafatnya Muawiyah bin
Yazid habislah keturunan Muawiyah.
D.
Marwan
bin Hakam (64-65 H/ 683-684 M)
Marwan bin Hakam
pada masa Utsman bin Affan, seorang pemegang stempel khalifah, pada masa
Muawiyah bin Abu Sufyan ia merupakan gubernur Madinah dan menjadi penasehat
pada masa Yazid bin Muawiyah di Damaskus. Muawiyah II tidak menunjuk
penggantinya sebagai khalifah kemudian keluarga besar Bani Umayyah menunjuknya
sebagai khalifah, sebab ia dianggap paling depan mengendalikan kekuasaan dengan
pengalamannya. Marwan menghadapi segala kesulitan satu persatu kemudian ia
dapat menduduki Mesir, Palestina, Hijaz dan Irak. Namun kepemimpinannya tidak
berlangsumg lama hanya 1 tahun, sebelum ia wafat menunjuk Abdul Malik dan Abdul
Aziz sebagai pengganti sepeninggalnya secara berurutan.
E.
Abdul
Malik bin Marwan (65-86 H/ 684-705)
Ia merupakan
orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah sehingga ia
disebut-sebut sebagai “pendiri kedua” bagi kedaulatan Umayyah. Pada masa
kepemimpinannya ia mampu mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa
kekuasaan Bani Umayyah dengan dapat ditundukkannya gerakan separatis Abdullah
bin Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij, aksi terror
al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafi di Kufah, pemberontakan Mus’ab bin Zubair di
Irak serta Romawi yang menggoncangkan sendi-sendi pemerintahan Umayyah.
Berikut ini beberapa
kebijakan yang diambil oleh Abdul Malik selama masa kepemimpinannya:
a. Menggunakan
bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam administrasi di seluruh wilayah bani
Umayyah. Arabisasi yang dilakukannya meliputi Arabisasi kantor perpajakan dan
kantor keuangan.
b. Mencetak
mata uang secara teratur.
c. Pengangkatan
gubernur dari kalangan Bani Umayyah saja yakni kawan-kawan, kerabat-kerabat dan
keturunannya. Bagi para gubernur tersebut tidak diberikan kekuasaan secara
mutlak.
d. Guna
memperlancar pemerintahannya ia mendirikan kantor-kantor pos dan membuka
jalan-jalan guna kelancaran pengiriman surat.
e. Membangun
beberapa gedung, masjid dan saluran air.
f. Bersama
dengan al-Hajj ia meyempurnakan tulisan mushaf al-Quran dengan titik pada
huruf-huruf tertentu.
F.
Al-Walid
bin Abdul Malik (86-90 H/ 705-714 M)
Setelah
wafatnya Abdul Malik bin Marwan, pemerinatahan dipimpin oleh Al-Walid bin Abdul
Malik. Kekuasaan islam melangkah ke Spanyol dibawah kepemimpinan pasukan Thariq
bin Ziyad ketika Afrika Utara dipegang oleh gubernur Musa bin Nusair. Karena
kekayaan melimpah ruah maka ia menyempurnakan pembangunan-pembangunan,
gedung-gedung, pabrik-pabrik, dengan sumur. Ia membangun masjid al-Amawi yang
terkenal hingga sekarang di Damaskus, membangun masjid Al-Aqhsa di Yerussalem,
serta memperluas masjid Nabawi di Madinah. Ia juga melakukan penyantunan kepada
para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacar. Ia membangun rumah sakit
bagi penderita kusta di Damaskus. Selain itu, ia memberikan penerangan di Damaskus,
memperbaiki jalan-jalan, mendirikan sumur-sumur untuk mengambil minyak.
Sebab-Sebab
Keruntuhan Dinasti Umayyah
Adapun
sebab – sebab keruntuhan Daulah Umayyah, yaitu :
a.
Sebab
sebab umum yaitu:
1. Penyelewengan
dari sistem demokrasi atau musyawarah Islam diganti dengan sistem monarkiheridetis (kerajaan
turun-temurun).
Sistem
pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem ini menyebabkan terjadinya persaingan tidak sehat di
kalangan anggota keluarga istana.
2. Pengkhianatan
permusyawaratan di Daumatul Jandal.
Latar belakang terbentuknya dinasti Umayyah tidak
bisa dipisahkan dari konflik yang terjadi di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan
oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir. Kemudian secara
terbuka di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap
pemberontakan-pemberontakan ini banyak menyedot atau menguras kekuatan
pemerintah.
3. Menyalahi
atau mengingkari perjanjian Madain (antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali)
Muawiyah mengingkari perjanjiannya dengan Hasan bin
Ali apabila ia wafat maka ynag menggantikannya sebagai khalifah adalah Hasan
bin Ali. Namun, itu diingkari, hal ini dapat diketahui bahwa sebelum ia wafat
ia telah mengangkat putranya untuk menggantikannya sebagai khalifah. Hal ini
tentu menimbulkan kebencian terutama kaum Khawarij.
b.
Sebab
sebab khusus, yaitu:
1. Kelemahan
Yazid bin Abdul Malik memecat pejabat-pejabat yang diangkat semasa pemerintahan
Umar bin Abdul Azis diganti dengan orang-orang yang se-suku dengan Yazid bin
Abdul Malik, sekalipun orang itu tidak ahli.
2. Lemahnya
pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di
lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.
3. Golongan
agama banyak yang kecewa karena perhatian pengusaha terhadap perkembangan agama
sangat kurang.
4. Sebab
khusus tergulingnya kekuasaan Dinasti Umayyah yaitu munculnya kekuatan baru
yang dipelopori oleh keturunan Al Abbas ibn Abdu Muthalib. Gerakan ini mendapatkan
dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syiah serta kaum mawali yang
merasa dikelasduakan oleh pemerintah Bani Umayyah.
Langganan:
Postingan (Atom)